ilustrasi (gambar : PKBI jatim)
penyuluhan dampak pornografi bagi anak usia dini
Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi mengatakan bahwa pornografi merupakan
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
Dalam
perkembangannya remaja mengalami perubahan emosional, kognitif dan psikologis. Salah
satu perubahan yang tidak bisa mereka hindari adalah motivasi dan rasa ingin
tahu yang tinggi kepada banyak hal yang terjadi pada dirinya, termasuk masalah
yang melibatkan seksualitas. Kecanggihan teknologi pada zaman sekarang membuat
mudahnya mengakses konten yang bermuatan seks yaitu pornografi sehingga banyak
remaja yang menikmati hal ini dan menjadi kecanduan. Paparan pornografi pada
anak-anak terutama didapat melalui intenet yang diperburuk dengan
“gaya
hidup” dan kurangnya pengawasan, tidak ada komunikasi, tuntutan terlalu tinggi,
kekerasan pada anak, tidak tahu potensi anak, serta diskriminasi dari orang tua
dan lingkungan dapat memicu remaja untuk dapat terpapar pornografi.
Pornografi
dapat menjadi ancaman bagi generasi muda karena memiliki banyak dampak negatif
yamg bisa ditimbulkannya. Mulai dari kerusakan sel-sel otak, gangguan emosi,
hingga kehilangan masa depan. Simak penjelasan ini ya!
1. Merusak
otak pada remaja
kecanduan pornografi juga
mengakibatkan kerusakan otak yang cukup serius. Pornografi bukan hanya merusak
otak dewasa tetapi juga otak anak. Kerusakan otak tersebut sama dengan
kerusakan otak pada orang yang mengalami kecelakaan mobil dengan kecepatan
sangat tinggi. Kerusakan otak yang diserang oleh pornografi adalah Pre Frontal
Korteks (PFC), bagi manusia bagian otak ini merupakan salah satu bagian yang
paling penting karena bagian otak ini hanya dimiliki oleh manusia sehingga
manusia memiliki etika bila dibandingkan binatang. Pre frontal cortex merupakan
bagian otak yang terletak di belakang dahi, Bagian otak ini berfungsi untuk
menata emosi, memusatkan konsentrasi, memahami dan membedakan benar dan salah,
mengendalikan diri, berfikir kritis, berfikir dan berencana masa depan,
membentuk kepribadian, dan berperilaku sosial.
Awalnya saat melihat
pornografi, reaksi yang ditimbulkan adalah perasaan jijik, hal ini terjadi
karena manusia mempunyai sistem limbik, sistem ini pula yang mengeluarkan
hormon dopamin untuk menenangkan otak, tetapi dopamin juga akan memberi rasa
senang, bahagia sekaligus ketagihan. Dopamin mengalir ke arah PFC, Apabila
dopamin semakin banyak maka seseorang akan timbul rasa penasaran dan semakin
kecanduan melihat pornografi, namun untuk memenuhi kepuasan dan kesenangannya,
seseorang akan melihat yang lebih porno / vulgar lagi untuk memicu dopamin yang
lebih banyak. Karena terus dibanjiri dopamin, PFC akan semakin mengkerut dan
mengecil dan lama-lama
menjadi tidak aktif akibanya fungsi dari bagian otak ini semakin tidak aktif.
2. Gangguan
emosi
Jika pornografi dapat
menyerang otak dari segi fisik, maka dari segi psikologis pornografi dapat
menyebabkan gangguan emosional. Efek psikologis yang terjadi jika kecanduan Pornografi,
antaranya kebingungan dan perasaan yang kacau karena terus menerus mencari atau
melihat konten pornografi menjadi sensitif atau marah dan mudah sakit hati
ketika penggunaan pornografi terganggu. Pecandu pornografi juga kerap mengalami
gangguan cemas akibat perbuatannya saat banyak orang mengetahui kebiasaannya,
termasuk orang tua.
3. Hancurnya
masa depan
Pengaruh Kecanduan
Pornografi Pada Anak Ber-IQ Tinggi Hal ini membuat anak sulit berkonsentrasi
dalam belajar dan beraktivitas karena anak
akan gelisah akibat rasa penasaran dan ingin tahu anak yang besar.
sedangkan anak dengan IQ rendah efeknya bisa lebih ekstrim, mereka tidak bisa
berkonsentrasi lagi, dan hari-harinya penuh diliputi kecemasan dan pemikiran
tentang konten pornografi yang mereka lihat. Akibat dari hilangnya konsentrasi
pada anak adalah hilangnya masa depan mereka. Seseorang yang kecanduan
pornografi akan sulit menghentikan perilaku kecanduan sehingga mengabaikan hal
lain yang bermanfaat. Ia akan kehilangan kebiasaan untuk hidup teratur dan
tertib.
Bahaya yang lebih mengancam bila kecanduan
pornografi adalah risiko berhubungan seks bebas Tentu saja, seks bebas memiliki
efek yang sangat buruk, bahkan bisa merugikan masa depan Belum lagi hasrat
seksual meningkat maka orang yang mengkonsumsi pornografi dapat melakukan
hal-hal yang tidak baik mulai dari pelecehan seksual hingga pemerkosaan.
Ciri-ciri anak atau
remaja yang kecanduan pornografi perlu diketahui oleh orang tua adalah :
a. Sering
tampak gugup apabila ada yang mengajaknya komunikasi, menghindari kontak mata.
b. Tidak
punya gairah aktivitas, prestasi menurun
c. Malas,enggan
belajar dan enggan bergaul, sulit konsentrasi
d. Enggan
melepas gedgetnya, bila ia ditegur dan dibatasi pennggunaannya akan marah
e. Senang
menyendiri, terutama dikamarnya, dan menutup diri
f.
Melupakan kebiasaan baiknya
Keluarga
menjadi garda terdepan untuk mencegah kondisi ini, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan orang tua untuk membantu anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
yang sehat dan terarah, antaranya :
1. Melakuakn
komunikasi dua arah dengan anak secara rutin
2. Menerapkan
pola asuh yang tepat pada anak
3. Menumbuhkan
sifat asertif pada anak, salah satu nya pada perilku seksual.
4. Memberikan
edukasi seksual secara tepat sesuai dengan usia anak.
5. Mengenali teman dan lingkungan sekitarnya
Daftar pustaka
Makarim,fadli rizal. Waspada Dampak Negatif Kecanduan Pornografi pada Anak. Diakses pada 20 maret 2023 pukul 20:38 WIB. Waspada Dampak Negatif Kecanduan Pornografi pada Anak (halodoc.com)
Direktorat smp. Dampak kecanduan pornografi bagi anak. Diakses pada 20 maret 2023. Pukul 20:19 WIB. Dampak Kecanduan Pornografi Bagi Anak - Direktorat SMP (kemdikbud.go.id)
Anggraini, T., & Maulidya, E. N. (2020). Dampak paparan pornografi pada anak usia dini. Al- Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 45-55.
Komentar
Posting Komentar